Ada pemandangan menggelikan sekaligus menyedihkan setiap kali sebuah webinar atau seminar kepustakawanan digelar. Materi narasumber belum sampai separuh jalan, atau diskusi sedang hangat-hangatnya, tapi kolom chat sudah dibanjiri satu pertanyaan keramat yang diulang ratusan kali: Min, link absen mana?” “Link sertifikat belum bisa dibuka ya?” “Tolong share link absen. Pertanyaan-pertanyaan tolol ini selalu saja muncul.
Table Of Content
Tulisan ini sudah lama sekali ada di draf, mungkin sudah 3 atau 5 tahun yang lalu. Tapi saya rasa ini momen yang cukup pas, mengingat tulisan sebelumnya tentang harapan kepada organisasi profesi, biar berimbang.
Sindrom Pemburu Sertifikat
Mari bicara jujur. Berapa banyak dari kita yang mendaftar seminar benar-benar karena haus ilmu? Atau jangan-jangan, kita hanya haus poin angka kredit? Karena tuntutan jumlah JP? Kita rela duduk berjam-jam (atau setidaknya membiarkan Zoom menyala sambil ditinggal masak/tidur), hanya demi sebuah fail PDF bernama sertifikat.
Organisasi profesi kita mungkin saja bisa dikritik, tapi kita sebagai individu lebih salah lagi jika terus melakukan ketololan ini.
Di atas kertas, Indonesia punya banyak “Pustakawan Ahli Muda”, “Madya”, bahkan “Utama”. Secara administratif, mereka terlihat meyakinkan. Tapi, apa dampaknya? Mungkin saya yang tidak tahu. Jangan sampai kita mengalami inflasi gelar/pangkat/jabatan, tapi defisit kemampuan.
Standar Ganda
Kita menuntut organisasi profesi memiliki bargaining power yang kuat di hadapan negara. Kita ingin dianggap setara dengan profesi bergengsi lainnya seperti dokter, hakim, dll.
Tapi, bagaimana organisasi bisa punya daya tawar tinggi jika anggotanya tidak meningkatkan kualitas dirinya?
Bayangkan skenario ini, Pengurus IPI datang ke pemangku kebijakan menuntut kenaikan tunjangan. Pemangku kebijakan bertanya, “Apa jaminannya bahwa pustakawan memberikan dampak signifikan bagi kemajuan bangsa?”
Apa jawabannya? Apakah kita akan menyodorkan tumpukan sertifikat webinar yang kita dapatkan hasil dari “min minta link absen” sambil tiduran?
Organisasi Kuat Dimulai dari Anggota Hebat
Sebuah organisasi profesi hanyalah wadah. Isinya adalah kita. Jika isinya adalah sekumpulan profesional yang tangguh, adaptif terhadap teknologi, dan solutif, maka tanpa diminta pun organisasi itu akan disegani.
Namun, jika isinya adalah mayoritas orang yang malas belajar hal baru, yang alergi pada perubahan, dan yang motivasi utamanya hanya mengejar poin administratif, maka, jangan ditanya.
Sangat tidak adil jika kita menuntut pengurus bekerja “berdarah-darah” melobi sana-sini, sementara kita sendiri pelit keringat untuk meningkatkan kualitas diri. Berhentilah menjadi beban!

jleeeeeebbbbbbb